Sejarah

Pertanyaan

jelaskan karakter kepemimpinan salahuddin al ayyubi

1 Jawaban

  • Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan.” [An-Nahl: 90]. Seperti telah diketahui, bahwa perintah Allah ini secara nyata menghendaki keharusan berbuat adil.

    Allah SWT juga berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” [An-Nisa’: 135]

    Adil adalah termasuk di antara sifat-sifat kepemimpinan paling menonjol dari Shalahuddin Al-Ayyubi. Dia percaya bahwa sifat adil merupakan salah satu dari undang-undang Allah di alam semesta. Keyakinannya bahwa adil merupakan buah dari keimanan. Ia mempelajari semua itu dari gurunya yang telah memperbarui rambu-rambu keadilan yang ia ikuti jejaknya, yaitu Sultan Nuruddin Mahmud Zanki rahimahullah. Shalahuddin adalah seorang pemimpin yang adil, suka membela pihak yang lemah menghadapi pihak yang kuat. Demi tegaknya keadilan, maka setiap hari Senin dan Kamis ia bersedia mengikuti pertemuan terbuka yang dihadiri oleh para fuqaha, para qadhi (hakim), dan ulama.

    Mendengar Masalah Rakyat dan Sibakkan Kezhaliman

    Shalahuddin membuka pintu lebar-lebar bagi dua pihak yang bersengketa, hingga setiap orang; kecil maupun besar, muda maupun tua, orang tua renta, laki-laki maupun wanita, semua punya kesempatan yang sama untuk bertatap muka dengannya. Ia melakukan hal itu, baik dalam perjalanan maupun sewaktu sedang bermukim di suatu tempat. Setiap saat ia selalu mendengar seluruh kisah yang disampaikan kepadanya, untuk menyibak berbagai tindakan kezhaliman yang ada di balik kisah-kisah itu. Setiap hari ia mengumpulkan informasi dan membuka pintu-pintu keadilan. Ia tidak pernah menolak orang yang datang kepadanya untuk berbincang dan berpekara. Kemudian setelah itu, biasanya ia duduk bersama juru tulisnya selama satu jam di waktu malam maupun siang, dan memberikan tanda pada setiap perkara berdasarkan apa yang dimantapkan oleh Allah di hatinya. Selamanya ia tidak pernah menolak orang yang punya maksud dan keperluan, padahal bersamaan dengan itu ia senantiasa berdzikir dan rutin membaca Al-Qur’an.

    Shalahuddin adalah tipe pemimpin yang menyayangi rakyat, menolong agama-Nya, rajin membaca Al-Qur’an yang mulia, mengetahui maknanya dan mengamalkan ajarannya; serta ia tidak pernah melewatkan amal-amal ini selamanya; semoga Allah selalu merahmatinya. Setiap yang datang meminta pertolongan kepadanya, ia selalu berhenti dan mendengarkan kasusnya, menyibak kezhaliman dan mempelajari kisahnya.

    Tegakkan Keadilan Meski Pada Kerabat Tercinta

    Pernah suatu ketika seorang warga Damaskus, bernama Ibnu Zuhair datang meminta pertolongan kepadanya menghadapi keponakan Shalahuddin yang bernama Taqiyuddin. Maka, Sultan pun mengirim surat kepada Taqiyuddin untuk hadir ke dewan pengadilan. Tidaklah ia membebaskan keponakannya itu, kecuali jika yang bersangkutan bisa mendatangkan dua orang saksi yang (meringankan baginya), sedangkan saksi itu dikenal dan diterima kesaksiannya. Dia lalu menguasakan perkara keponakannya itu kepada Qadhi Abul Qasim Aminuddin -hakim Hamah – untuk menghadapi gugatan. Dua saksi pun telah hadir dan keduanya menyampaikan kesaksian setelah tuntutan dibacakan, ada pemberian kuasa yang sah, dan penyangkalan pihak lawan.

    Qadhi Ibnu Syidad menyebutkan: “Tatkala pemberian kuasa telah dinyatakan sah, saya menyuruh Abul Qasim untuk memperlakukan sama antara dua pihak yang bersengketa (Ibnu Zuhair dan keponakan Shalahuddin). Maka ia pun menyamakan keduanya, padahal Taqiyuddin adalah salah satu di antara para pembesar Sultan. Kemudian digelarlah perkara di antara keduanya. Sumpah pun dibebankan kepada Taqiyuddin dan sidang berakhir dengan terbitnya keputusan. Sampai tiba waktu malam, Shalahuddin tidak datang ke pengadilan itu untuk mencampuri keputusan. Padahal Taqiyuddin adalah orang yang paling disukainya, paling agung kedudukannya di sisinya; tetapi semua itu tidak menghalanginya untuk bersikap jujur dalam menegakkan keadilan hukum.”


Pertanyaan Lainnya